Oleh Jamhuri – Direktur Eksekutif LSM Sembilan
Sepertinya ungkapan yang dikemukakan Brigham Young pemimpin Mormon Amerika Serikat (1801-1877) dengan kalimat: “True independence and freedom can only exist in doing what’s right”. Dengan pengertian secara harpiah yaitu “Kemerdekaan dan kebebasan sejati hanya bisa ada dengan melakukan apa yang benar”, sepertinya harus dan wajib untuk direnungkan oleh Gubernur Jambi Al Haris dalam menyikapi polemik angkutan batubara yang dikhawatirkan akan bergeser menjadi prahara yang membahana.
Seperinya Gubernur sedang berada pada posisi dilematis terjepit diantara 3 (tiga) tekanan besar yang berasal dari sumber dan kekuatan yang berbeda yaitu tekanan tanggungjawab jabatan, tekanan pemegang hak dan kewenangan dengan kepentingan masing-masing dan tekanan rivalitas politik pikiran-pikiran yang haus kekuasaan.
Untuk keluar dari semua tekanan tersebut Gubernur harus berani untuk menggunakan filosofi sebagaimana diatas dan keberanian tersebut harus dimulai dari internal kabinet Jambi Mantap itu sendiri. Karena penyelesaian polemik tersebut tidak berada dilapangan dan/atau di mulut tambang akan tetapi berada pada lingkaran organisasi kekuasaan yang berada disekeliling kursi kekuasaan yang bersangkutan itu sendiri.
Gubernur Jambi Al Haris harus melaksanakan tindakan sebagaimana ungkapan Albert Eistein yang menyatakan bahwa: “Usaha pencarian kebenaran dan keindahan merupakan kegiatan yang memberi peluang bagi kita untuk menjadi kanak-kanak sepanjang hayat”.
Karena hanya kanak-kanak yang berbuat dan bertindak tanpa mengenal arti takut dan berani bahkan mengabaikan segala resiko yang akan timbul dari sebuah tindakan. Beliau harus berani melakukan tindakan penyelesaian berawal dari internal kabinetnya sendiri, karena ditenggarai akar permasalahannya ada di sana.
Merujuk dan mengutif sabda Rasulullah sebagaimana Hadits Riwayat Bukhari yang artinya lebih kurang berbunyi: “Apabila suatu urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah terjadinya kiamat.”
Secara luas kiranya dapat diartikan bahwa rakyat atau masyarakat ataupun bangsa dan negara ini membutuhkan pikiran yang sehat dengan kinerja dan kemampuan serta etos kerja pada bidangnya masing-masing dan bukan sekedar pemikiran yang penuh gaya palsu demi sebuah kekuasan dan jabatan.
Penulis menilai bahwa hadits tersebut dengan analogi agar Gubernur Jambi dapat memilah dan memilih dengan pertimbagan untuk apa memberikan jabatan kepada orang-orang yang bukan merupakan ahlinya apalagi memang nyata-nyata tidak memiliki kemampuan dan etos kerja.
Segera evaluasi terhadap para penerima wewenang dan jabatan yang telah diberikan yang jelas memiliki korelasi dalam upaya menemukan solusi dari pemanfaatan kekayaan ataupun Sumber Daya Alam yang merupakan titipan warisan dari generasi yang belum pernah ada dan terlahir ke muka bumi ini.
Diantaranya seperti menilai program pada Biro Ekonomi dan Sumber Daya Alam, apa formula yang disajikan untuk membantu mengatasi semua persoalan polemik tersebut yang telah sesuai dengan azaz pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development), dan bagaimana hasil dari pelaksanaannya? sehingga polemik tersebut tidak berlarut-larut seperti saat ini pada detik-detik terakhir kekuasaan Gubernur, apalagi sampai berubah menjadi sebuah prahara.
Segera hentikan catatan hitam dan kelam sejarah keberadaan dan kisah pejalanan Pemerintah Provinsi Jambi yang pada tahun ini menyajikan catatan yang paling buruk yang disinyalir terjadi disebabkan karena Gubernur Jambi Al Haris telah gagal mendapatkan bantuan yang mumpuni dan berkwalitas dari sederetan barisan kabinet kerjanya.
Tidak hanya formula yang terdapat pada Biro dimaksud yang harus dievaluasi akan tetapi juga masalah sejauh mana Dinas Perhubungan Provinsi Jambi memiliki data tentang legalitas para pihak pemegang Izin Pengangkutan dan Penjualan (IPP) Batubara dan melakukan pengawasan terhadap para pemegang izin tersebut.
Serta sejauh mana Dinas Perhubungan mengetahui jumlah armada (Aset) dari setiap Badan Hukum yang menyandang status sebagai pelaku usaha transportir Batubara yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana yang telah ditetapkan dan diatur dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga dengan begitu Dinas Perhubungan Provinsi Jambi dapat membatasi campur tangan pihak-pihak yang tidak berkompeten dalam penanganan angkutan Batubara.
Kepala Dinas beserta Pejabat pada Dinas Perhubungan Provinsi Jambi pasti tahu dan mengerti tentang regulasi yang mengatur tentang Izin Pengangkutan dan Penjualan Batubara, seharusnya tidak dilakukan dengan cara mewajibkan nomor lambung dan larangan penggunaan Surat Tanda Nomor Kendaraan dan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (STNK/BPKB) ataupun Nomor Polisi yang berasal dari daerah luar Provinsi Jambi, tokh ini wilayah NKRI.
Khusus persoalan nomor lambung yang pernah dilakukan kami meminta Kepolisian Daerah Jambi bersama pihak Badan Pemeriksa Keuangan Perwakilan Provinsi Jambi melakukan upaya hukum guna mengevaluasi sejauh mana kebijakan tersebut, (nomor lambung) memiliki dasar hukum serta seberapa besar harga nomor lambung tersebut berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi Jambi.
Disinyalir membludaknya akumulasi armada angkutan Batubara disebabkan telah terjadi lost control pengendalian perizinan dan telah diambil tindakan dengan kebijakan salah kaprah, yang akhirnya bukannya menyelesaikan masalah justru sebaliknya menciptakan masalah baru. Bahkan dapat dianggap sebagai kebijakan yang menjadi mesin produksi masalah.
Langkah tersebut dilakukan dengan melakukan evaluasi terhadap legalitas dan keabsahan Surat Ketetapan Retrebusi Daerah (SKRD) untuk tarif atau harga yang ditetapkan untuk satuan nomor lambung yang dimaksud, berdasarkan informasi beredar dapat diketahui yaitu sebesar Rp. 35.000,00 (Tiga Puluh Lima Ribu Rupiah).
Agar tidak menimbulkan persefsi liar bahwa harga yang telah ditetapkan dan dipungut tersebut terindikasi merupakan suatu Pungutan Liar (Pungli) ataupun Tindak Pidana Korupsi, sebaiknya Gubernur Jambi berkerjasama dengan Pihak Aparat Penegak Hukum agar melakukan upaya langkah-langkah hukum. Atau memang kami pelaku sosial kontrol yang harus meminta Aparat Penegak Hukum melakukan upaya hukum?.
Persoalan berikutnya terletak pada pernyataan Gubernur Jambi yang disampaikan di hadapan sejumlah insan pers pada Senin 29 Januari 2024 bahwa angkutan Batubara akan dilakukan melalui jalur Sungai, saya nilai itu merupakan statement (penjelasan) dalam kepanikan karena berada dalam tekanan multy fungsi yang membuat latah seorang Gubernur.
Karena dalam Instruksi Gubernur Nomor 1/INGUB/DISHUB/2024 tentang Pengaturan Lalu Lintas Angkutan Batubara tidak satu kalimat pun yang mencantumkan ketentuan pengangkutan Batubara sebagaimana yang diucapkan oleh yang bersangkutan. Dan Instruksi tersebut kiranya perlu ditinjau ulang dengan menggunakan aspek defenisi dan karakter serta sifat dari kata Instruksi tersebut.
Coba lihat dari perspektif azaz triaspolitica terutama terhadap dictum ke enam pada Instruksi Ggubernur tersebut agar didapat kejelasan yang benar-benar jelas menyangkut tentang posisi dan kewenangan memberikan perintah terhadap Ditlantas dan Ditpolairud Kepolisian Daerah Jambi, secara normative yang berhak memberikan perintah kepada dua organ tubuh Kepolisian tersebut adalah unsur pimpinan Kepolisian dan Pengadilan sebagai sama-sama berada pada kamar Yudikatif. Bukankah akan lebih baiknya lagi nomenclaturnya bukanlah Instruksi akan tetapi Keputusan Bersama Gubernur dan Kapolda Jambi.
Menyangkut ungkapan tersebut kiranya Gubernur Jambi Al Haris tersebut sebaiknya yang bersangkutan harus melakukan chek and balance menyangkut perizinan angkutan sungai dan danau sebagaimana ketentuan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, jadi tidak hanya sebatas mengevaluasi Izin Pengangkutan dan Penjualan (IPP), sebagaimana pada ketentuan Pasal 1 angka (15) Peraturan Pemerintah Nomor 96 tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Batubara, yang dipertegas dengan ketentuan Pasal 6 ayat (4) huruf g, serta yang terperinci dan jelas kembali diatur dengan ketentuan Pasal 135 dan Pasal 136 Peraturan Pemerintah yang dimaksud.
Satu hal yang vital yang harus diingat menyangkut pelaksanaan angkutan Batubara melalui jalur Sungai yaitu persoalan yang memiliki hubungan dengan aspek hukum lingkungan dengan mengkaji dampak negatifnya terhadap tebing sungai yang logikanya akan terjadi Erosi tebing sungai (streambank erosion), serta siapa yang bisa menjamin bahwa debu Batubara tidak akan mencemari Sungai Batanghari yang memang kondisinya sudah kotor oleh aktivitas manusia.
Dalam konteks persoalan dampak lingkungan kiranya Gubernur Jambi harus menghadirkan peranan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jambi serta meminta kajian ilmiah dari para ahli atau ilmuan menyangkut tentang dampak negative maupun hasil positif yang didapat dari debu Batubara terhadap Sungai dan Danau ataupun Sumber Daya Air.
Termasuk melakukan evaluasi terhadap akumulasi tenaga kerja yang baik terlibat secara langsung maupun tidak langsung terhadap proses angkutan Batubara, Apa status tenaga kerja yang diberdayakan, tenaga kerja dengan system Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) ataukah pekerja lepas (freelancer).
Serta yang tidak kalah pentingnya untuk dapat mengetahui sejauh mana para pekerja yang dipekerjakan tersebut benar-benar merasakan kehadiran pemerintah beserta besaran upah yang diterima dan kehadiran BPJS Ketenaga Kerjaan serta kemanfaatan hukum Ketenagakerjaan.
Penyelesaian Polemik angkutan Batubara di Provinsi Jambi tidak berada di luar lingkungan akan tetapi berada pada Internal Pemerintahan itu sendiri, agar dalam pengambilan suatu keputusan dan/atau kebijakan Gubernur tidak akan menimbulkan image negative masyarakat.
Masyarakat tidak memberikan penilaian negative seperti rumor yang beredar diawal-awal masa jabatannya dengan julukan yang bersifat merendahkan harkat dan martabat serta kehormatan seorang Penyelenggara Negara dengan kafasitas sebagai seorang Kepala Daerah.
Pada beberapa hari yang lalu penilaian positif masyarakat terhadap yang bersangkutan kembali pulih karena kebijakan yang dinilai pro rakyat dengan melakukan penutupan Hauling Batubara. Jangan sampai penilaian positif masyarakat tersebut akan kembali menciptakan image negative terlahir kembali. Ironis sekali kemampuan Kabinet menjadi tolak ukur kwalitas Leadership dan Managerial seorang Kepala Daerah.