CB24.COM– Pengamat kebijakan publik, DR. Noviardi Ferzi mempertanyakan kinerja Gubernur Jambi dalam menanggulangi pengangguran di Provinsi Jambi. Hal ini terkait dengan dirilisnya data Badan Pusat Statistik di Swiss Bell Hotel (5/9) lalu.
Dilansir dari Swaranesia.com, Noviardi mengungkapkan fakta tentang puluhan ribu anak muda di Jambi yang tidak hanya berada dalam kondisi menganggur, tetapi juga merasa putus asa karena tidak bisa mendapatkan pekerjaan.
” Jika merujuk data BPS, terdapat 27.890 orang di Provinsi Jambi yang merasa tidak mungkin mendapatkan kerja (hopeless job) dan 41.943 orang lagi yang sedang mencari pekerjaan. ” Ungkapnya.
Menurutnya, Badan Pusat Statistik (BPS) menggolongkan kelompok ini menjadi “hopeless of job”. Kondisi ini dapat menyebabkan anak muda frustasi, putus asa, bahkan depresi.
Ia juga mengatakan, secara nasional, Per Februari 2024, setidaknya terdapat 369,5 ribu anak muda rentang usia 15 – 29 tahun yang masuk ke golongan hopeless of job. Jumlah ini setara 7,5% dari total pengangguran dalam rentang usia yang sama.
”Selama enam tahun terakhir, jumlah hopeless of job tertinggi terjadi pada 2022, di mana angkanya mencapai 20,8% dari total pengangguran muda. Mayoritas dari golongan hopeless of job (55,8%) memang memiliki pendidikan rendah atau hanya lulusan SMP ke bawah, ” terangnya.
Penyebab tingginya tingkat hopeless of job ini juga karena kurangnya lapangan pekerjaan di Indonesia khususnya di sektor formal, pergeseran pertimbangan anak muda dalam menilai budaya kerja baru, hingga ketidaksesuaian antara lapangan pekerjaan dengan pendidikan yang mereka peroleh.
Lebih lanjut di katakan Noviardi, Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia merilis laporan dengan judul “Keadaan Angkatan Kerja di Indonesia”, publikasi ini memuat tabel-tabel yang menggambarkan keadaan angkatan kerja di Indonesia pada Semester I tahun 2024.
Jumlah pekerja formal di Provinsi Jambi hingga Februari 2024 tercatat sebesar 39,20 persen, terjadi penurunan sebesar sebesar 0,67 persen poin. Sementara, yang bekerja pada kegiatan non-formal, sebanyak 60,80 persen atau mengalami peningkatan sebesar 0,62 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2023.
Penurunan jumlah pekerja formal dan peningkatan jumlah pekerja setengah pengangguran menjadi indikator adanya fenomena pekerja yang tidak mendapatkan jam kerja yang cukup dan bekerja kurang dari 35 jam per minggu. Jumlah setengah pengangguran tercatat sebanyak 191,85 ribu orang, mengalami peningkatan sebesar 36,52 ribu orang dari Februari 2023 hingga Februari 2024, atau terjadi kenaikan sebesar 2,03 persen.
Terakhir ia menyatakan, Fenomena ini tidak boleh dipandang enteng oleh Pemerintah Daerah Provinsi Jambi, kondisi ini mencerminkan ketidakstabilan dalam pasar tenaga kerja, di mana pekerja formal yang seharusnya mendapatkan perlindungan dan kepastian kerja justru beralih menjadi setengah pengangguran yang lebih rentan secara ekonomi.
” Kita patut tanyakan apa kerja Gubernur, seolah tidak ada pertumbuhan lapangan kerja yang memadai. Lebih parahnya lagi lapangan kerja kurang, lapangan usaha juga minim. Ini yang membuat sebagian pencari kerja putus asa,” jelasnya.
Pertumbuhan Ekonomi Jambi Stagnan
Beberapa bulan lalu, Noviardi juga menyoroti soal melambatnya pertumbuhan ekonomi Provinsi Jambi, bahkan stagnan diangka 5%.
“Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS) pertumbuhan ekonomi Provinsi Jambi tahun 2023 hanya sebesar 4,66 persen, menurun dari tahun 2022 yang tumbuh sebesar 5,12 persen. Pertumbuhan ekonomi Jambi dibawah Gubernur Haris kita akui stagnan dikisaran 5 persen, itu sudah hitungan optimis, realisasinya dibawah 5 persen,” ungkapnya.
Ia juga menyampaikan beberapa tantangan yang akan dihadapi setiap daerah kedepannya seperti bagaimana pertumbuhan ekonomi dapat stabil, pengangguran dan inflasi dapat dikurangi sambil memperkuat ekonomi pada pasar terbuka.
Melambatnya pembangunan di Jambi menurutnya dipengaruhi oleh factor politik, ekonomi, sosial dan budaya. Sedangkan faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi adalah factor sumber daya manusia, sumberdaya alam dan teknologi.
Factor ilmu pengetahuan dan teknologi diperlukan untuk mendorong adanya percepatan proses pembangunan serta mengelola sumber daya alam. (tim)