CB24.COM– Pasar Seni Payakumbuh, Sumatera Barat bakal digelar pada 15 hingga 17 Juni 2022. Dalam kegiatan itu, beragam kuliner legendaris akan dengan mudah dijumpai di lokasi kegiatan bertajuk ketahanan pangan itu.
Dalam kegiatan yang diadakan oleh UPTD Taman Budaya Sumatera Barat dengan inisiasi dari Ketua DPRD Provinsi Sumatera Barat, Supardi itu, sekitar 20 jenis kuliner dari penjuru Minangkabau bakal dipamerkan di stannya masing-masing.
Tak hanya pameran kuliner tradisional, juga akan ditampilkan seni pertunjukan tradisi yang berhubungan dengan ketahanan pangan dalam kebudayaan Minangkabau. Seperti, pertunjukan Randai dan Ratok Suayan.
Di sebagian stan, pengunjung juga bakal disuguhi proses pembuatan kuliner minangkabau legendaris, termasuk ritual-ritual sebelum memasak kuliner tradisional.
Ketahahan pangan sendiri merupakan salah satu isu penting yang tengah mendapat perhatian di nasional mau pun internasional. Terutama pada masa pandemi, ketahan pangan mendapat perhatian lebih.
Beberapa pihak, kemudian mencoba menggali lebih jauh konsep-konsep ketahanan pangan yang dimiliki oleh kebudayaan lokal, termasuk Minangkabau. Tradisi lokal dianggap bisa menjadi solusi atau sumber inspirasi untuk menghadapi ancaman krisis pangan di tingkat global saat ini.
Minangkabau, menurut kurator Pasar Seni Payakumbuh, Zuari Adbullah, memiliki konsep ketahanan pangan sendiri yang tampak dari tata letak Rumah Gadang.
“Sebagaimana yang tergambar pada arsitektur rumah gadang dengan segala kelengkapan. Sejak dari konsep bangunan dengan berbagai kajian yang sesuai dengan kondisi lingkungan, unsur seni dengan segala hiasan dan keindahan, berkaitan dengan ketahanan pangan,” jelasnya.
“Sejak dari ‘lumbuang’ hingga ‘lasuang’ tempat menyimpan dan mengolah hasil pertanian, kolam dengan berbagai jenis ikan, sampai tanaman rempah dan rimpang sebagai bumbu masakan. Termasuk berbagai jenis obat-obatan. Semuanya tertata rapi dalam lingkungan rumah gadang,” sambung budayawan Minangkabau ini.
Selain itu, menurutnya, konsep ketahanan pangan di Minangkabau juga terlihat dari bagaimana masyarakat Minangkabau memaknai tanah ulayat. Tanah ulayat telah diatur sedemikian rupa pemanfaatnnya demi menjamin ketersediaan pangan di masa-masa mendatang.
Lebih dari itu, Zuari melihat ketahanan pangan berbanding lurus dan saling berkaitan dengan ketahanan budaya.
“Ketahan pangan satu paket dengan kebudayaan Minang. Tanpa ketahanan pangan, ketahanan budaya bisa goyang,” ia menambahkan.
sumber : Liputan6